. Larangan Perkawinan
1. Penghalang Perkawinan
Pada dasarnya laki-laki adalah pasangan
bagi wanita. Allah menciptakan tumbuh-tumbuhan, binatang maupun manusia secara berpasangan-pasangan.
Dalam surat Yasin ayat 36 disebutkan:
سبحان الذى خلق الازواج كلها مما تنبت
الارض ومن انفسهم ومما لا يعلمون (يس: 36)
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan
pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri
mereka maupun dariapa yang tidak meeka ketahui”.
(الذاريات: 49) ومن كل
شى خلقنا زوجين لعلّكم تذكرون
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”.
Namun demikian, menurut hukum Islam
tidak setiap laki-laki dibolehkan kawin dengan setiap perempuan. Ada di antara
perempuan yang tidak boleh dinikahi oleh laki-laki tertentu karena antara
keduanya terdapat penghalang perkawinan yang dalam fiqh munakahat disebut
dengan mawani’ an-nikah. Dimaksud dengan penghalang
perkawinan atau mawani’ an-nikah yaitu hal-hal,
pertalian-pertalian antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang
menghalangi terjadinya perkawinan dan diharamkan melakukan akad nikah antara
keduanya.
Secara garis besar, larangan kawin antara
seorang pria dan seorang wanita menurut syara’ dibagi menjadi dua, yaitu
Larangan Sementara dan Larangan Selamanya. Di antara larangan-larangan
selamanya ada yang telah di sepakati dan ada pula yang tidak disepakati. Yang
disepakati ada tiga, yaitu :
1. Nasab ( keturunan )
2. Pembesanan ( karena pertalian kerabat semenda )
3. Sesusuan
Sedangkan yang diperselisihkan ada dua, yaitu :
1. Zina
2. Li’an
Larangan-larangan sementara ada sembilan, yaitu :
1. Larangan bilangan
2. Larangan mengumpulkan
3. Larangan kehambaan
4. Larangan kafir
5. Larangan ihram
a. Larangan kawin karena
pertalian nasab
Larangan kawin
tersebut didasarkan pada firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 23 :
.....الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ وَبَنَاتُ
وَخَالاَتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu;
anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan....
Berdasarkan ayat di atas, wanita-wanita yang haram
dinikahi untuk selamanya (larangan selamanya) karena pertalian Nasab adalah :
- Ibu : yang dimaksud ialah perempuan yang ada hubungan darah dalam garis ke
atas, yaitu ibu, nenek (baik dari pihak ayah maupun ibu dan seterusnya ke atas)
- Anak perempuan : yang dimaksud ialah wanita yang mempunyai hubungan darah
dalam garis lurus ke bawah, yakni anak perempuan, cucu perempuan , baik dari
anak laki-laki maupun anak perempuan ke bawah.
- Saudara perempuan, baik seayah seibu, seayah saja, atau seibu saja.
b. Larangan kawin karena sepersusuan
Larangan kawin karena hubungan sesusuan berdasarkan
pada lanjutan surat An-Nisa’ ayat 23 di atas :
....الرَّضَاعَةِ مِّنَ وَأَخَوَاتُكُم
أَرْضَعْنَكُمْ اللاَّتِي وَأُمَّهَاتُكُمُ
( Diharamkan atas kamu mengawini ) ibu-ibumu yang
menyusui kamu dan saudara-saudara perempuan sepersusuan.
- Kemenakan susuan perempuan, yakni anak perempuan dari saudara ibu susuan.
- Saudara susunan perempuan, baik saudara seayah kandung maupun seibu saja.
c. Larangan hukum li’an
Kata li’an menurut
bahasa berarti alla’nu bainatsnaini fa sha’idan (saling melaknat yang terjadi
di antara dua orang atau lebih). Sedang, menurut istilah syar’i, li’an ialah
sumpah dengan redaksi tertentu yang diucapkan suami bahwa isterinya telah
berzina atau ia menolak bayi yang lahir dari isterinya sebagai anak kandungnya,
dan kemudian sang isteri pun bersumpah bahwa tuduhan suaminya yang dialamatkan
kepada dirinya itu bohong.
Dalam Al-qur’an, permasalahan li’an disebutkan dalam beberapa ayat dalam
surat An-Nur, yaitu ayat 6 sampai 10. Dalam ayat-ayat itu diterangkan
diantaranya mengenai kasus li’an, pihak yang bermula’anah, serta konsekwensi
hukumnya sebagaimana yang telah penulis paparkan dalam bab sebelumnya.
d. Larangan yang bersifat sementara
Wanita-wanita yang haram dinikahi tidak
untuk selamanya (bersifat sementara)
adalah sebagai berikut :
1. Wanita yang terkait perkawinan dengan laki-laki lain, haram
dinikahi oleh seorang laki-laki. Keharaman ini disebutkan dalam
An-Nisa’ ayat 24 :
...وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاء
dan (diharamkan juga kamu mengawini)
wanita yang bersuami...
2. Wanita yang sedang dalam ‘iddah, baik i’ddah cerai maupun ‘iddah ditinggal
mati berdasar
kan firman Allah dalam surat Al-Baqarah
ayat 228 dan 234.
3. Wanita yang ditalak tiga, haram kawin lagi dengan bekas suaminya, kecuali
kalau sudah kawin lagi dengan orang lain dan telah berhubungan kelamin serta
dicerai oleh suami terakhir itu dan telah habis masa ‘iddahnya. Berdasarkan
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 229-23
D. WANITA YANG HARAM DINIKAHI
Ada 2 ( dua ) macam larangan untuk menikahi sebagian wanita :
1) Larangan menikah untuk selamanya ( muabbad )
a) Larangan karena ada hubungan nasab ( qoroobah ), yaitu :
1) I b u
2) Anak perempuan
3) Saudara perempuan
4) Bibi dari fihak ayah ( ‘ Aammah )
5) Bibi dari fihak ibu ( khoolah )
b) Larangan karena ada hubungan perkawinan ( mushooharoh ), yaitu :
1) Ibu dari istri ( mertua )
2) Anak perempuan dari istri yang sudah digauli atau anak tiri, termasuk
anak-anak mereka kebawah
3) Istri anak ( menantu ) atau istri cucu dan seterusnya
4) Istri ayah ( ibu tiri )
6) Anak perempuan dari saudara laki-laki ( keponakan )
7) Anak perempuan dari saudara perempuan ( keponakan)
c) Larangan karena hubungan susuan (
rodhoo’ah / QS. 4 : 23 ),yaitu :
1) Wanita yang menyusui
2) Ibu dari wanita yang menyusui
3) Ibu dari suami wanita yang menyusui
4) Saudara wanita dari wanita yang menyusui
5) Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui
6) Anak dan cucu wanita dari wanita yang menyusui
7) Saudara wanita, baik saudara kandung, seayah atau seibu
2) Larangan menikah untuk sementara
( muaqqot )
Yaitu larangan untuk menikahi wanita-wanita yang masih dalam kondisi
tertentu atau keadaan tertentu, maka apabila kondisi tersebut hilang, hilanglah
larangan tersebut dan wanita-wanita tersebut menjadi halal untuk dinikahi,
mereka itu ialah :
a. Menggabungkan untuk menikahi dua wanita yang bersaudara
b. Menggabungkan untuk menikahi seorang wanita dan bibinya
c. Menikahi lebih dari empat wanita
d. Wanita musyrik
e. Wanita yang bersuami
f. Wanita yang masih dalam masa ‘iddah
g. Wanita yang ia thalak tiga
3) Pernikahan yang terlarang
a) Nikah mut’ah, yaitu nikah untuk waktu tertentu, Rasulullah saw bersabda :
يا أيها الناس اني كنت أذنت لكم في
الاستمتاع من النساء و
ان الله قدحرمها الي يوم القيامة
Artinya : “ Wahai sekalian
manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan kalian untuk nikah mut’ah, maka
ingatlah bahwa sekarang Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat “ ( HR. Muslim )
b) Nikah dengan niat
untuk menthalaqnya
c) Nikah Tahlil, yaitu
nikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang telah diceraikan suaminya
tiga kali, dengan niat untuk menceraikannya kembali agar dapat dinikahi oleh
mantan suaminya, sabda Rasulullah saw :
لعن الله المحلل و المحلل له
Artinya : “ Allah mengutuk yang menikahi
dan yang menyuruhnya menikah “ ( HR. Ahmad )
d) Nikah dengan bekas istri yang telah dithalak tiga ( QS. 2 : 230 )
e) Nikah Sighar, yaitu seorang yang menikahkan anaknya dengan seorang
laki-laki, agar ia ( laki-laki tersebut ) menikahkan anaknya dengannya tanpa
mahar
f) Nikahnya seorang yang sedang ber-Ihrom
g) Nikahnya seorang yang dalam masa ‘iddah
h) Nikahnya seorang muslim dengan orang kafir
i) Nikahnya seorang muslimah dengan
non muslim